Kemiskinan
adalah keadaan di mana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar,
ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.
Masyarakat miskin sering menderita
kekurangan gizi, tingkat kesehatan yang buruk, tingkat buta huruf yang tinggi,
lingkungan yang buruk dan ketiadaan akses infrastruktur maupun pelayanan publik
yang memadai. Daerah kantong-kantong kemiskinan tersebut menyebar diseluruh
wilayah Indonesia dari dusun-dusun di dataran tinggi, masyarakat tepian hutan,
desa-desa kecil yang miskin, masyarakat nelayan ataupuin daerah-daerah kumuh di
perkotaan.
Antara pertengahan tahun 1960-an sampai tahun 1996, waktu
Indonesia berada di bawah kepemimpinan Pemerintahan Orde Baru Suharto, tingkat kemiskinan di Indonesia
menurun drastis - baik di desa maupun di kota - karena pertumbuhan ekonomi yang
kuat dan adanya program-program penanggulangan kemiskinan yang efisien. Selama
pemerintahan Suharto angka penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis
kemiskinan menurun drastis, dari awalnya sekitar setengah dari jumlah
keseluruhan populasi penduduk Indonesia, sampai hanya sekitar 11 persen saja.
Namun, ketika pada akhir tahun 1990-an Krisis Finansial Asia terjadi, tingkat kemiskinan di
Indonesia melejit tinggi, dari 11 persen menjadi 19.9 persen di akhir tahun
1998, yang berarti prestasi yang sudah diraih Orde Baru hancur seketika.
Tabel berikut ini memperlihatkan
angka kemiskinan di Indonesia, baik relatif maupun absolut:
Statistik
Kemiskinan dan Ketidaksetaraan di Indonesia:
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
2015
|
2016
|
|
Kemiskinan Relatif
(% dari populasi) |
16.6
|
15.4
|
14.2
|
13.3
|
12.5
|
11.7
|
11.5
|
11.0
|
11.1
|
10.9¹
|
Kemiskinan Absolut
(dalam jutaan) |
37
|
35
|
33
|
31
|
30
|
29
|
29
|
28
|
29
|
28¹
|
Koefisien Gini/
Rasio Gini |
0.35
|
0.35
|
0.37
|
0.38
|
0.41
|
0.41
|
0.41
|
0.41
|
0.41
|
0.40
|
¹ Maret 2016
Sumber: Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS)
Sumber: Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS)
Tabel di atas menunjukkan penurunan kemiskinan nasional
secara perlahan dan konsisten. Namun, pemerintah Indonesia menggunakan
persyaratan yang tidak ketat mengenai definisi garis kemiskinan, sehingga yang
tampak adalah gambaran yang lebih positif dari kenyataannya. Tahun 2016
pemerintah Indonesia mendefinisikan garis kemiskinan dengan perdapatan per
bulannya (per kapita) sebanyak Rp. 354,386 (atau sekitar USD $25) yang dengan
demikian berarti standar hidup yang sangat rendah.
Adapula tabel di
bawah ini menunjukkan lima propinsi di Indonesia dengan angka kemiskinan
relatif yang paling tinggi. Semua propinsi ini berlokasi di luar wilayah
Indonesia Barat seperti pulau Jawa, Sumatra dan Bali (yang adalah wilayah-wilayah
yang lebih berkembang dibanding pulau-pulau di bagian timur Indonesia).
Propinsi
dengan Angka Kemiskinan Relatif Tinggi:
Provinsi
|
Orang Miskin¹
|
Papua
|
28.5%
|
Papua Barat
|
25.4%
|
Nusa Tenggara Timur
|
22.2%
|
Maluku
|
19.2%
|
Gorontalo
|
17.7%
|
¹
persentase berdasarkan total penduduk per propinsi bulan March 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Tingkat kemiskinan di propinsi-propinsi di Indonesia Timur
ini, di mana sebagian besar penduduknya adalah petani, kebanyakan ditemukan di
wilayah pedesaan. Di daerah tersebut masyarakat adat sudah lama hidup di
pinggir proses perkembangan ekonomi dan jauh dari program-program pembangunan
(yang diselenggarakan pemerintah atau lembaga internasional). Migrasi ke daerah
perkotaan adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan pekerjaan dan - dengan demikian - menghindari
kehidupan dalam kemiskinan.
Bertentangan dengan angka kemiskinan relatif di Indonesia
Timur, tabel di bawah ini menunjukkan angka kemiskinan absolut di Indonesia
yang berkonsentrasi di pulau Jawa dan Sumatra. Kedua pulau ini adalah pulau
terpadat (populasi) di Indonesia.
Propinsi dengan Angka Kemiskinan
Absolut Tinggi:
Provinsi
|
Orang Miskin
(dalam jutaan) |
Jawa Timur
|
4.78
|
Jawa Tengah
|
4.51
|
Jawa Barat
|
4.49
|
Sumatra Utara
|
1.51
|
Nusa Tenggara Timur
|
1.16
|
per
Maret 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Kemiskinan di Indonesia: Kota dan Desa
Indonesia telah mengalami proses urbanisai yang cepat dan
pesat (sama seperti tren internasional belakangan ini). Sejak pertengahan tahun
1990-an jumlah absolut penduduk pedesaan di Indonesia mulai menurun dan saat
ini lebih dari setengah total penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan
(padahal pada tengah 1990-an hanya sekitar sepertiga populasi Indonesia tinggal
di daerah perkotaan).
Kecuali beberapa propinsi, wilayah pedesaan di Indonesia
relatifnya lebih miskin dibanding wilayah perkotaan. Angka kemiskinan pedesaan
Indonesia (persentase penduduk pedesaan yang hidup di bawah garis kemiskinan
desa tingkat nasional) turun hingga sekitar 20 persen di pertengahan 1990-an
tetapi melonjak tinggi ketika Krisis Finansial Asia (Krismon) terjadi antara
tahun 1997 dan 1998, yang mengakibatkan nilainya naik mencapai 26 persen.
Setelah tahun 2006, terjadi penurunan angka kemiskinan di pedesaan yang cukup
signifikan seperti apa yang ditunjukkan tabel di bawah ini, walau slowdown ekonomi Indonesia di antara tahun 2011 dan 2015
membatasi penurunan tersebut.
Statistik Kemiskinan Pedesaan di Indonesia:
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
2015
|
2016
|
|
Kemiskinan Pedesaan¹
|
21.8
|
20.4
|
18.9
|
17.4
|
16.6
|
15.7
|
14.3
|
14.4
|
13.8
|
14.2
|
14.1
|
¹
persentase
penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan desa
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Angka kemiskinan kota adalah persentase penduduk perkotaan
yang tinggal di bawah garis kemiskinan kota tingkat nasional. Tabel di bawah
ini, yang memperlihatkan tingkat kemiskinan perkotaan di Indonesia, menunjukkan
pola yang sama dengan tingkat kemiskinan desa: semakin berkurang mulai dari
tahun 2006 tetapi kinerja ini terbatasi di antara tahun 2012-2015 karena slowdown
perekonomian Indonesian. Slowdown ini terutama disebabkan oleh
pertumbuhan ekonomi global yang lemah, penurunan harga komoditas, dan iklim
suku bunga Bank Indonesia yang tinggi pada periode 2013-2015 (demi melawan
inflasi yang tinggi, mendukung rupiah, dan membatasi defisit transaksi
berjalan).
Statistik Kemiskinan Perkotaan di Indonesia:
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
2015
|
2016
|
|
Kemiskinan Kota¹
|
13.5
|
12.5
|
11.6
|
10.7
|
9.9
|
9.2
|
8.4
|
8.5
|
8.2
|
8.3
|
7.8
|
¹
persentase
penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan kota
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Langkah Yang Dapat Di Tempuh Dalam Mengatasi Masalah
Kemiskinan
Pemerintah perlu membuat ketegasan dan kebijakan yang lebih
membumi dalam rangka menyelesaikan masalah kemiskinan ini.
Beberapa langkah yang bisa dilakukan diantaranya adalah :
1. Menghapuskan korupsi. Sebab korupsi
adalah salah satu penyebab layanan masyarakat tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Hal inilah yang kemudian menjadikan masyarakat tidak bisa menikmati hak mereka
sebagai warga negara sebagaimana mestinya.
2. Menciptakan lapangan kerja yang
mampu menyerap banyak tenaga kerja sehingga mengurangi pengangguran. Karena
pengangguran adalah salah satu sumber penyebab kemiskinan terbesar di
indonesia.
3. Menggalakkan program zakat. Di
indonesia, islam adalah agama mayoritas. Dan dalam islam ajaran zakat
diperkenalkan sebagai media untuk menumbuhkan pemerataan kesejahteraan di
antara masyarakat dan mengurangi kesenjangan kaya-miskin. Potensi zakat di
indonesia, ditengarai mencapai angka 1 triliun setiap tahunnya. Dan jika bisa
dikelola dengan baik akan menjadi potensi besar bagi terciptanya kesejahteraan
masyarakat.
4. Menjaga stabilitas harga bahan
kebutuhan pokok. Fokus program ini bertujuan menjamin daya beli masyarakat
miskin/keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan pokok terutama beras dan
kebutuhan pokok utama selain beras.
Program yang berkaitan dengan fokus ini seperti :
·
Penyediaan
cadangan beras pemerintah 1 juta ton
·
Stabilisasi/kepastian
harga komoditas primer
5. Meningkatkan akses masyarakat miskin
kepada pelayanan dasar. Fokus program ini bertujuan untuk meningkatkan akses
penduduk miskin memenuhi kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan prasarana dasar.
Beberapa
program yang berkaitan dengan fokus ini antara lain :
·
Penyediaan
beasiswa bagi siswa miskin pada jenjang pendidikan dasar di Sekolah Dasar
(SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah
Tsanawiyah (MTs);
·
Beasiswa
siswa miskin jenjang Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah
Aliyah (SMA/SMK/MA);
ü Beasiswa untuk mahasiswa miskin dan
beasiswa berprestasi;
ü Pelayanan kesehatan rujukan bagi
keluarga miskin secara cuma-cuma di kelas III rumah sakit.
6. Menyempurnakan dan memperluas
cakupan program pembangunan berbasis masyarakat. Program ini bertujuan untuk
meningkatkan sinergi dan optimalisasi pemberdayaan masyarakat di kawasan
perdesaan dan perkotaan serta memperkuat penyediaan dukungan pengembangan kesempatan
berusaha bagi penduduk miskin.
Program
yang berkaitan dengan fokus ketiga ini antara lain :
·
Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di daerah perdesaan dan perkotaan
·
Program
Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah
·
Program
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus
· Penyempurnaan
dan pemantapan program pembangunan berbasis masyarakat.
Keberhasilan Pemerintah Dalam
Mengurangi Angka Kemiskinan Tahun 2016
Menurut data BPS, pada Maret 2016
jumlah penduduk miskin atau penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di
bawah garis kemiskinan sekitar 28 juta orang (10,86%). Berkurang sebesar 580
ribu orang dibandingkan dengan jumlah pada September 2015 yang
mencapai 11,13%.
Persentase
penduduk miskin di daerah perkotaan turun menjadi 7,79% pada Maret 2016.
Sebelumnya pada September 2015 masih sebesar 8,22%. Sementara persentase
penduduk miskin di daerah pedesaan dari 14,11% padaSeptember 2015 menjadi
14,09% pada Maret 2016. Di sisi lain, kontribusi komoditi makanan terhadap
garis kemiskinan juga lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan
seperti perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Sumbangan komoditi
makanan terhadap garis kemiskinan pada Maret 2016 tercatat sebesar 73,50%.
Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisiSeptember 2015 yaitu sebesar
73,07%.
Menurut data
BPS selama periode September 2015–Maret 2016, jumlah penduduk miskin di
daerah perkotaan turun dari 10,62 juta orang pada September
2015 menjadi 10,34 juta orang pada Maret 2016. Sementara untuk daerah pedesaan
turun dari 17,89 juta orang pada September 2015 menjadi 17,67 juta
orang pada Maret 2016. Penurunan di daerah pedesaan masih lebih rendah
dibandingkan dengan penurunan kemiskinan di daerah perkotaan. Perputaran uang
di desa juga jauh lebih kecil dibandingkan di kota. Apalagi semua uang di desa
juga selalu langsung bergerak ke kota.
Sebagai bagian
penting untuk terus mengurangi rakyat miskin, penting untuk dijaga harga-harga
jenis komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai garis kemiskinan di
perkotaan maupun di perdesaan. Komoditas itu antara lain beras, telur ayam ras,
gula pasir, mie instan, bawang merah, rokok kretek (filter) dan roti. Sedangkan
untuk komoditi bukan makanan yang terbesar pengaruhnya terhadap kemiskinan
adalah biaya perumahan, listrik, bensin, pendidikan, dan perlengkapan rumah
tangga. Diperlukan juga partisipasi masyarakat untuk turut berjuang mengurangi
kemiskinan, salah satu cara yang harus dilakukan adalah mengubah pola konsumtif
menjadi produktif serta mencintai dan membeli produk-produk dalam negeri.
Indonesia berada pada peringkat keenam dalam kategori
ketimpangan distribusi kekayaan terburuk di dunia. Data terakhir menunjukkan
bahwa rasio Gini mengalami sedikit penurunan dari 0,397 poin pada Maret 2016
menjadi 0,394 poin pada September 2016. Penurunan ini tampak baik di daerah
perkotaan maupun pedesaan, yang disebabkan antara lain oleh belanja pemerintah15.
Meskipun indikator awal terjadinya pengurangan ketimpangan penghasilan ini
patut dihargai, hal ini terjadi setelah pola yang terus mengalami peningkatan
selama beberapa dekade. Masih terlalu dini untuk melihat hal ini mengarah ke
tren yang bersifat jangka panjang, dan ketimpangan masih berada pada tingkat
yang mengkhawatirkan.
Pada tahun 2016, sebanyak 1 persen individu
terkaya dari total penduduknya menguasai hampir separuh (49 persen) total
kekayaan. Jumlah miliarder mengalami peningkatan dari hanya satu orang pada
tahun 2002 menjadi 20 orang pada tahun 2016, yang kesemuanya adalah kaum
laki-laki. Pada tahun 2016, kekayaan kolektif dari empat miliarder terkaya
tercatat sebesar $25 miliar, lebih besar dari total kekayaan 40 persen penduduk
termiskin – sekitar 100 juta orang.
Orang paling kaya di Indonesia membutuhkan waktu 22 tahun
untuk menghabiskan kekayaannya bila ia berbelanja $ 1 juta per hari.21 Hanya
dalam satu hari, orang paling kaya mendapatkan bunga dari kekayaannya melebihi
seribu kali jumlah yang dibelanjakan oleh penduduk miskin untuk kebutuhan dasar
selama satu tahun.22 Jumlah uang yang dihasilkan setiap tahunnya hanya dari
kekayaannya cukup untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem di Indonesia.
Jika masalah ketimpangan ini tidak ditangani, pengentasan
kemiskinan menjadi lebih sulit, dan ketidakstabilan sosial akan meningkat. Penelitian
juga menunjukkan ketimpangan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, sehingga
ketidakmampuan untuk mengatasi masalah ini dapat memperpanjang perlambatan
pertumbuhan Indonesia yang terjadi baru-baru ini.
PENYEBAB MENINGKATNYA KETIMPANGAN DI
INDONESIA KETIDAK SETARAAN GENDER
Ketidaksetaraan gender adalah bentuk tertua
dan paling mengakar dari masalah ketimpangan, yang terus mempengaruhi
masyarakat, budaya dan perekonomian untuk meniadakan hak-hak kaum perempuan.
Ketimpangan ekonomi dan ketidaksetaraan gender berkaitan erat dan saling
memperkuat. IMF menemukan bahwa ketidaksetaraan gender dan ketimpangan
pendapatan berkorelasi erat, khususnya kaum perempuan kurang memiliki akses
terhadap hak-hak mereka terhadap layanan kesehatan dan pendidikan.
Ketimpangan kekuasaan antara kaum perempuan
dan laki-laki – dari tingkat rumah tangga hingga ekonomi makro – mengandung
arti bahwa kaum perempuan berpeluang lebih kecil untuk memiliki kekuatan dalam
pengambilan keputusan dan pengaruh atas kehidupan mereka sendiri, dan secara
lebih luas lagi atas bagaimana sumber daya dialokasikan di masyarakat.
Di
Indonesia, kaum perempuan hanya menempati 1 dari 5 kursi parlemen. Dari 50
orang terkaya di Indonesia, hanya satu orang yang berasal dari kalangan
perempuan, dan hanya 5-10 persen dari posisi manajemen tingkat tinggi yang
diduduki oleh kaum perempuan. Di sisi lain, pekerjaan yang dilakukan perempuan
secara sistematis kurang dihargai atau dianggap remeh, sehingga kaum perempuan
lebih banyak menjalani pekerjaan dengan bayaran terendah dan lebih rentan
terhadap kemiskinan. Ketimpangan upah antar-gender di Indonesia adalah 14,5
persen, yang berarti bahwa rata-rata pendapatan yang diperoleh kaum perempuan
14,5 persen lebih sedikit dari kaum laki-laki
AKSES
YANG TIDAK SETARA TERHADAP LAYANAN KESEHATAN DAN PENDIDIKAN BERKUALITAS
Pendidikan.
Meskipun secara
nominal belanja pendidikan naik setiap tahun, anggaran pendidikan sebagai
persentase dari PDB hanya sebesar 3,4 persen. Rasio ini jauh di bawah standar
UNESCO
untuk anggaran belanja pendidikan yang
disarankan minimal 6 persen dari PDB. Anggaran pendidikan yang rendah ini juga
menyebabkan menjamurnya sekolah swasta – yang mewakili 40 persen dari angka
partisipasi sekolah di tingkat pendidikan menengah di Indonesia.
Sekolah swasta
tidak dapat diakses oleh mereka yang paling miskin, dan cenderung memarginalkan
anak perempuan. Selain itu, ketimpangan antar-daerah juga tampak dalam
mengakses pendidikan berkualitas. Misalnya, sekolah-sekolah di daerah pedesaan
dan bagian timur Indonesia cenderung tidak memiliki fasilitas yang layak atau
pengajar terlatih
Kesehatan
Belanja kesehatan
yang masih hanya sebesar 1 persen dari PDB sangat rendah dibanding standar
regional. Hal ini mungkin disebabkan rendahnya penerimaan pajak yang
dikumpulkan pemerintah pusat. Rumah sakit swasta menjamur ketika kurangnya
investasi di bidang kesehatan masyarakat dan privatisasi fasilitas kesehatan di
Indonesia mengandung arti bahwa banyak rakyat Indonesia yang sama sekali tidak
mampu menjangkau layanan kesehatan
AKSES
YANG TIDAK SETARA TERHADAP INFRASTRUKTUR DAN LAHAN
Akses terhadap
infrastruktur, seperti jalan, jembatan, telekomunikasi dan listrik, dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja, dan merupakan hal
yang sangat penting untuk mengurangi ketimpangan antara daerah pedesaan dan
perkotaan, sehingga mengurangi ketimpangan ekonomi secara keseluruhan. kondisi
jalan yang buruk di daerah pedesaan menyebabkan terisolasinya para petani
secara geografis, sehingga mereka tidak dapat mengakses pasar yang lebih luas
dan/atau tidak memperoleh harga rendah untuk komoditas mereka karena perantara
harus mengurangkan biaya transportasi yang signifikan dari harga beli tersebut
Kesulitan mengakses tempat-tempat ini juga berarti harga yang lebih tinggi
untuk kebutuhan pokok (beras, minyak goreng), yang umumnya dipasok dari daerah
lain di Indonesia. Selain itu, jalan yang berkualitas buruk juga mempersulit
mereka yang tinggal di daerah pedesaan untuk mengakses pendidikan, kesempatan
kerja, dan layanan kesehatan. Kualitas jalan di daerah pedesaan yang miskin
disebut sebagai salah satu faktor di balik angka kematian ibu yang tinggi di
Indonesia, karena menghalangi akses yang cepat dan mudah terhadap fasilitas
kesehatan.
Akses terhadap
pasokan listrik yang dapat diandalkan sangat penting untuk dapat melakukan
berbagai kegiatan ekonomi pada tingkat rantai nilai (value chain) yang
lebih tinggi, sedangkan cakupan listrik untuk sebagian besar provinsi di
Indonesia mencapai lebih dari 86 persen pada tahun 2014. Sektor swasta umumnya
enggan berinvestasi di daerah dengan pasokan daya listrik rendah dan jalan yang
buruk, sehingga kegiatan industri dan ekonomi terkonsentrasi di Jawa dan daerah
perkotaan yang lain, dan hal ini sangat merugikan bagi daerah pedesaan
Kurangnya akses
terhadap lahan adalah faktor lain yang berkontribusi terhadap ketimpangan. Pada
umumnya, petani kecil di Indonesia menggarap rata-rata kurang dari 0,25 hektar
lahan, sehingga tidak dapat memberikan hasil yang cukup bagi seorang petani
kecil untuk menghidupi keluarganya. Lima perusahaan besar di Indonesia memiliki
kepemilikan lahan melebihi 300.000 hektar Konsentrasi kepemilikan tanah di
tangan perusahaan-perusahaan besar dan orang-orang kaya berarti hasil manfaat
dari kepemilikan lahan menumpuk pada mereka yang berada di kalangan atas, dan
tidak terbagi secara merata. Akses terhadap lahan yang tidak merata akan
mendorong terjadinya ketimpangan yang lebih luas
SISTEM
PERPAJAKAN YANG TIDAK ADIL
Karena lemahnya
administrasi pajak dan rendahnya kepatuhan wajib pajak, realisasi penerimaan
pajak setiap tahun senantiasa di bawah target yang rendah. Data tahun 2012
menunjukkan bahwa 34,6 persen dari total penerimaan pajak dipungut dari pajak
pertambahan nilai (PPN), hanya 10 persen yang diperoleh dari pajak penghasilan
(PPh) orang pribadi. Pajak tidak langsung seperti PPN bersifat regresif karena
dikenakan tarif dengan persentase tetap (flat rate) sehingga masyarakat miskin
terpaksa membayar persentase yang lebih tinggi dari pendapatan mereka untuk
jenis pajak ini.
Meskipun
demikian, kemampuan mekanisme PPh orang pribadi untuk meningkatkan pendapatan
terhalang oleh desainnya yang tidak membuat mereka yang berada di bagian atas
dari skala pendapatan untuk berkontribusi sesuai dengan kemampuan ekonomi
mereka. Tarif pajak untuk penghasilan kena pajak yang berada di lapisan atas
diatur terlalu rendah, di mana orang yang berpendapatan lebih dari Rp 500 juta
setiap tahun dikenakan tarif pajak 30 persen, yang berarti bahwa mereka yang
berpenghasilan Rp 1 miliar dan Rp 100 miliar per tahun membayar tarif pajak
penghasilan yang sama. Tidak adanya pajak kekayaan progresif juga menjadi suatu
kelemahan system pajak Indonesia. Meskipun ada pajak tanah dan bangunan, pajak
warisan ditetapkan pada tarif tetap rendah 5 persen dan tidak ada pajak atas
kekayaan individu.
LANGKAH YANG DAPAT DIAMBIL
PEKERJAAN
DAN UPAH YANG ADIL
- Mengatur perusahaan untuk memastikan lebih banyak pekerja yang direkrut berdasarkan kontrak kerja yang pasti.
- Mengurangi ketimpangan upah menurut gender dan menghapus berbagai hambatan terhadap partisipasi perempuan yang setara dalam angkatan kerja.
- Bekerja sama dengan masyarakat sipil untuk mendorong norma dan sikap sosial yang positif mengenai pekerjaan perempuan.
- Menyediakan pelatihan on-the-job, program magang berbayar dan penempatan kerja, dengan sertifikasi profesional dan adanya pengakuan.
- Mempekerjakan pihak pekerja dengan perjanjian kerja yang memberikan jaminan kerja
PAJAK PROGRESIF
·
Mereformasi
sistem pajak penghasilan perseorangan, dengan tujuan menambahkan tarif pajak
bagi mereka yang berada di atas, pada tingkat yang lebih tinggi.
Di bawah ini pengajuan perubahan persentase
pendapatan kena pajak:
·
Mengkaji
perpajakan harta kekayaan, yang bertujuan meningkatkan pajak bumi dan bangunan
untuk properti bernilai tertinggi, meningkatkan tarif pajak harta warisan, dan
memperkenalkan pajak kekayaan bersih untuk mengatasi masalah ketimpangan.
·
Memastikan
agar semua wajib pajak membayar bagian pajaknya secara adil dengan
mengembangkan rencana aksi nasional untuk memerangi penghindaran pajak dan
penggelapan pajak
ANGGARAN BELANJA PUBLIK
- Menghapus semua premi jaminan kesehatan menuju sistem kesehatan nasional yang didanai sepenuhnya oleh pajak
- Meningkatkan Belanja Pendidikan dan Memastikan Adanya Akses yang Setara
- Menyediakan Lebih Banyak Pelatihan Kejuruan Bermutu Tinggi
GENDRE
·
Memberikan dukungan terhadap organisasi perempuan
agar ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang terkait dengan
penganggaran belanja publik, dan untuk memastikan adanya partisipasi masyarakat
sipil.
·
Menyikapi norma-norma sosial yang merugikan,
mendukung kepemimpinan perempuan dan wewenang untuk mengambil keputusan, serta
mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan
Memastikan akses terhadap
peluang kerja yang layak dan aman bagi kaum perempuan serta tidak ada perlakuan
diskriminatif di tempat kerja, memajukan hak perempuan untuk berorganisasi dan
memainkan peran aktif di serikat pekerja.
NAMA
KELOMPOK:
1. ANA NADILAH FATIAH ROBY (20216723)
2. DHIYO ATHOBARANI Dj (21216950)
3. NADYA PUTRI TANJUNG (25216283)
SUMBER:
LAPORAN
KETIMPANGAN INDONESIA “MENUJU INDONESIA YANG LEBIH SETARA” OLEH INFID AND OXFAM
makasih ats infonya sangat membantu, dan jangan lupa kunjungi website kami http://bit.ly/2SvvyhR
BalasHapus